Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the zakra domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.171/wp-includes/functions.php on line 6121
LGOJEK11 – Sacchi: Inter Kebingungan di Final Liga Champions – LGOJEK11

LGOJEK11 – Sacchi: Inter Kebingungan di Final Liga Champions

MUNCHEN, GERMANY - MAY 31: (L-R) Nicolo Barella of Internazionale , Henrikh Mkhitaryan of Internazionale , Alessandro Bastoni of Internazionale disappointed after the 2-0
 during the UEFA Champions League  match between Paris Saint Germain v Internazionale at the Allianz Arena on May 31, 2025 in Munchen Germany (Photo by Rico Brouwer/Soccrates/Getty Images)
Inter Milan kalah 0-5 dari Paris Saint-Germain di final Liga Champions (Foto: Getty Images/Soccrates Images)


Jakarta

Pelatih legendaris Italia Arrigo Sacchi mengomentari kekalahan telak Inter Milan di final Liga Champions. Ia menilai para pemain Inter kebingungan di lapangan.

Inter harus mengakui keunggulan Paris Saint-Germain di final Liga Champions. Bertanding di Allianz Arena, Munich, Minggu (1/6/2025) dini hari WIB, Nerazzurri takluk 0-5.

Kekalahan tersebut menjadi rekor baru di final Liga Champions. Sebelumnya, tidak pernah ada tim yang kalah dengan selisih lima gol di final European Cup/Liga Champions.


Sacchi menilai Inter seperti tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk meredam PSG.

“Ini bukan soal satu pemain, tapi sepakbola diartikan sebagai sebuah organisasi dan pergerakan yang harmonis untuk mengejar keindahan lewat kecepatan, menggiring bola, operan, dan satu-dua,” Sacchi menulis di Gazzetta dello Sport.

“Yang bisa Inter lakukan adalah memuji lawannya dan mengakui kebrilianan mereka. Inilah yang terjadi ketika, di satu sisi, ada tim yang tahu persis apa yang harus dilakukan dan di sisi lain, satu tim yang tidak tahu bagaimana harus bersikap.”

Sacchi menilai kondisi fisik pemain menjadi pembeda. Para pemain PSG dinilai bergerak lebih cepat sehingga merepotkan Inter.

“PSG berlari 100 mil per jam, bahkan mungkin lebih cepat. Di sisi lain, Inter malah jogging. Hasilnya, Nerazzurri tidak pernah mengancam gawang Donnarumma, kecuali lewat bola mati,” lanjut Sacchi.

“PSG selalu mencoba memainkan bola di atas lapangan, mengalirkannya dengan cepat, dan memaksa Inter mengejar mereka, menunjukkan bagaimana seharusnya menghadapi pertandingan di level Eropa,” katanya.